Perusahaan Listrik Negara (PLN) jangan selalu mengambil jalan pintas dalam menaikkan tariff listrik. Hal itu harus memperhatikan aspirasi masyarakat agar jangan menimbulkan ekses yang luas.
Pro kontra itu muncul di tengah adanya rencana PLN untuk menaikkan tariff listrik. Bukan hanya rakyat umum secara luas, kalangan pengusaha juga menganggap PLN hanya ingin mengambil jalan mudah menutupi tingginya biaya listrik lewat kenaikan tarif listrik, seperti yang dialami industri saat ini akibat dilepasnya capping (batas) tarif listrik golongan industri.
Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi mengatakan, seharusnya PLN bekerja keras untuk meningkatkan efisiensi penggunaan bahan bakarnya sehingga biaya produksi listrik menjadi berkurang. Jangan masyarakat dan pengusaha yang dijadikan 'korban'.
"PLN jangan ambil gampang dengan menaikkan tarif listrik doang. Tapi juga harus lebh efisien menggantikan bahan bakarnya yang sekarang masih banyak menggunakan minyak yang harganya mahal. Coba kita lihat, proyek pembangkit listrik batubara 10 ribu MW tidak jadi-jadi," ujar Sofjan kepada wartawan, Sabtu (15/1) lalu.
Sofjan mengatakan, pemerintah juga harus tanggung jawab membantu sehingga PLN bisa lebih efisien melalui suplai bahan bakar alternatif yaitu gas dan batubara yang lancar.
"Pelepasan capping ini adalah kesalah yang dibuat PLN tanpa izin DPR. PLN ini kan monopoli jadi jangan seenaknya. Dia kan perusahaan milik negara," kata Sofjan.
Menanggapi pernyataan Direktur Utama PLN Dahlan Iskan yang menyatakan pengusaha manja karena meributkan soal tarif listrik ini, Sofjan tak mau berkomentar dan memperkeruh situasi.
"Dia (Dahlan) juga pengalaman jadi pengusaha. Jadi jangan karena dia Dirut PLN semua jadi naik dong. Ini memang bukan kesalahan Pak Dahlan, pemerintah juga harus ikut tanggung jawa, karena sekarang harga BBM mahal sehingga ongkos produksi listrik naik," kata Sofjan.
Sofjan mengatakan alasan pengusaha merasa tertekan dengan naiknya tagihan listrik ini adalah karena pengusaha harus menjaga daya saing mereka dalam menghadapi pasar bebas atau FTA (free trade area).
Seperti diketahui Juli 2010 lalu pelaku industri dan bisnis mendapat kebijakan kenaikan TDL dengan pola capping maksimal 18%. Kemudian pada periode 1 Oktober 2010 pelanggan listrik bisnis seperti mal, hotel, perkantoran telah lebih dahulu dicabut batas kenaikan capping 18% sementara untuk pelanggan industri tetap memakai pola capping.
Namun per Januari 2011, tidak capping sehingga terjadi kenaikan TDL industri di atas 18% atau tepatnya sekitar 20-30%. (***)