Bongkar Pasang Kurikulum - AGUNG POST NEWS

28 Desember 2012

Bongkar Pasang Kurikulum


MULAI Juni 2013, pemerintah akan menetapkan kurikulum baru sebagai pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang saat ini berjalan. Terkait dengan rencana pemberlakuan kurikulum yang masih dalam proses penggodokan, Kemdikbud menjadwalkan melakukan uji publik selama tiga minggu, terhitung sejak 29 November lalu. Proses uji publik melibatkan berbagai kalangan seperti sekolah, guru, praktisi pendidikan, PGRI dan juga para Kepala Dinas dan Kepala Bidang dari Dinas dan kesatuan yang berkaitan dengan pendidikan.

Menurut pihak yang berkepentingan dengan bongkar pasang kurikulum pendidikan ini, dasar perubahan kurikulum 2013 merupakan bagian dari strategi meningkatkan capaian pendidikan. Sementara itu, orientasi kurikulum 2013 sebagai upaya peningkatan dan keseimbangan antara kompetensi sikap (attitude), keterampilan (skill) dan pengetahuan (knowledge). Hal ini sejalan dengan amanat UU No. 20 Tahun 2003 sebagaimana tersurat dalam penjelasan Pasal 35, yakni, kompetensi lulusan merupakan kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan dan keterampilan sesuai standar nasional yang telah disepakati.

Sejumlah hal yang menjadi alasan pengembangan kurikulum 2013 adalah pertama, perubahan proses pembelajaran, dari siswa diberi tahu menjadi siswa mencari tahu. Hal ini memerlukan penambahan jam pelajaran. Kedua, kecenderungan akhir-akhir ini banyak negara menambah jam pelajaran (KIPP dan MELT di AS, Korea Selatan). Ketiga, dalam perencanaan kurikulum 2013 akan diterapkan bertahap selama tiga tahun.

Belum dilakukan uji publik, rencana pemberlakuan kurikulum 2013 sudah mendapat reaksi kontra. Koalisi Pendidikan, yang terdiri dari praktisi pendidikan, orangtua murid, aktivis Indonesia Corruption Watch (ICW), dan Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), menyuarakan penolakan kurikulum 2013. Menurut mereka, perubahan kurikulum ini justru membongkar keseluruhan kurikulum dalam waktu yang dinilai terburu-buru dan tidak menjamin pendidikan di Indonesia menjadi lebih berkualitas.

Hal yang sangat mendasar dari pelaksanaan pendidikan, sebagus apa pun skill dan knowledge tanpa melebihi porsi attitude peserta didik, akan sangat memungkinkan terjadi “Malapetaka Generasi”. Pasalnya, mereka dalam proses belajar mengajar hanya dihadapkan pengayaan skill dan knowledge, namun faktor yang akan menggiring mereka pada perilaku dinafikan. Suatu ketika nanti, output dari pendidikan hanya memikirkan bagaimana pengembangan teknologi tanpa dilengkapi nilai-nilai moral, agama dan budaya. Artinya porsi pembentukan sikap mental harus melebihi porsi lainnya. Selama ini porsi lamanya pelajaran agama diminimkan dan tidak lagi dijadikan penentu bisa atau tidak seorang anak didik naik kelas atau dinyatakan lulus kalau nilai agama atau pelajaran moral tidak tuntas.(ap/****)

Bagikan artikel ini

Silakan tulis komentar Anda