PEMERINTAH memtuskan membentuk holding sebagai bentuk antsipasi
penyelewengan yang mungkin terjadi dalam pengelolaan Badan Usaha Milik Desa
(BUMDes). Demikian Menteri Desa Pembanguna Daerah tertinggaldan Transmigrasi,
Eko Putro Sandjojo, kepada Pers, di Jakarta, kemarin. "Kenapa ada
holding? Itu untuk moral hazard juga
sebenarnya. Saya tidak mau BUMDes yang sudah besar lalu kemudian ada
kecenderungan pengelolaan dilakukan kroni oknum pengelola, karenanya ini sebagai
bentuk antisipasi," terangnya.Dan kata Eko, pemerintah tidak ingin
masyarakat desa yang memiliki BUMDes tersebut justru mendapat keuntungan lebih
kecil dibanding perusahaan yang menjadi rekan usahanya. "Ada BUMDes
bergerak di bidang jasa boga yang kerja sama dengan industri dan mereka justru
dapat porsi keuntungan lebih kecil dibanding industrinya. Saya tidak mau itu,
karenanya 51 persen saham dipegang negara melalui BUMN dan 49 persen oleh
BUMDes," tegasnya. Semakin besar dana desa diguirkan pemerintah, harus
semakin ketat pula pengawasannya, mulai dari aparat, satgas di KPK, di Kementerian, di NGO, masyarakat hingga
media. Apalagi dari 200 kasus
penyelewengan dana desa yang terungkap, kurang dari 100 kasus saja berlanjut ke pengadilan, ujar
Eko mennceuskan. Masih kata Eko menyatakan, adanya holding
diperlukan karena belum semua mempunyai kemampuan mengelola BUMDes. Untuk itu
perlu badan yang bukan ad hoc yang
harus fokus dan punya Indikator Kinerja (key
performance indicators atau KPI) yang jelas. "Saya harap dengan cara
ini pertumbuhan ekonomi masyarakat Indonesia semakin pesat," harapnya.Diakhir
keterangan persnya Eko juga menerang, ada empat bank BUMN yang bakal
menjadi holding BUMDes yakni Bank Rakyat Indonesia (BRI), Bank Negara Indonesia
(BNI), Bank Tabungan Negara (BTN) dan Bank Mandiri, juga Bulog. (hmsb-“ap-news”)