hmsyarifuddinbasrie,s.i.kom |
Oleh: HMSyarifuddin Basrie,S.I.Kom.
Penulis Wartawan Pengurus PWI Sumsel, dan Mahasiswa
Program Pasca Sarjana di Salah Satu Perguruan Tinggi Swasta di Palembang dan
suka mengamati masalah migas.
BERBICARA kebutuhan minyak dan gas (migas)
dalam kehidupan sehari-hari masyarakat di era serba modern ini sama saja dengan
mencari kebutuhan inti yaitu beras (nasi) atau sembilan bahan pokok lainnya
(sembako). Maka itu, wajar saja kalau berbagai pihak agak khawatir
akan persediaan migas yang mengancam karena akan habis 11 tahun lagi
kalau pemerintah tidak bisa mengantisifasinya. Nach, antisifasi inilah yang
membuat pusing tujuh keliling
karena selain Allah SWT, hanya
pemerintah yang mengetahui cukup tidaknya kebutuhan hidup umat manusia yang
mereka pimpin termasuk masalah minyak dan gas. Apalagi energi gas sejak
beberapa tahun terakhir seolah “memaksa” agar masyarakat membutuhkannya untuk
kepentingan hidup sehari-hari dalam
urusan masak-memasak dengan latar belakang subsidi buat kalangan tidak mampu
dengan penyediaan tabung gas 3 kg,
“walaupun sebenarnya haknya masyarakat miskin ini banyak juga dipakai oleh
kalangan menengah keatas”. Dan menghilangkan minyak tanah (minyak lampu) dari
peredaran bangsa ini, walaupun masih ada persediaannya itu sangat terbatas dan
harganyapun melambung tinggi padahal
pemakaian minyak tanah saat itu belum secara mayoritas karena masih banyak
masyarakat menggunakan kayu bakar. Sementara saat ini persediaan gas 3 kg
sering menghilang dari peredaran/langkah, sehingga harganya sering mencapai
Rp30-Rp40 ribu/tabung di pedesaan..red
ada buktinya. Seperti diketahui bahwa persedian minyak dan gas hanya bisa
bertahan hingga 11 tahun lagi terungkap
pada hari pertama (sharing) dalam kegiatan Seminar Media Gathering SKK Migas
tanggal. 29-30-31 Agustus 2017, di BW Suite Hotel, Tanjung Pandan, Belitung,
Provinsi Bangka Belitung, yang
menampilkan beberapa narasumber dari Pertamina dan SKK Migas Sumbagsel. Tak ada
jawaban pasti dari nara sumber (mungkin karena bukan wewenang mereka) saat beberapa peserta meminta penjelasan solusi
apa yang akan diambil dalam
mempersiapkan menjelang habisnya persediaan migas 11 tahun kedepan
bahkan terlihat kesejenjangan antara pelaksana operasi dilapangan dengan
peraturan pemerintah..???... Dan kelihatannya pihak pemerintah juga secara
resmi belum memperlihatkan antisifasi untuk menangkal kekhawatiran pertamina
bersama tim operasional lapangan
menghadapi ancaman habisnya migas 11 tahun kedepan. Padahal titik (sumur) minyak dibeberapa daerah masih
banyak yang belum terkelolah, katakan saja seperti
Kabupaten Ogan Ilir terdapat ratusan
titik bor peninggalan belanda yang sampai saat ini belum ditindak lajuti
pengelolaannya, hal serupa juga di
daerah lain di Sumatera Bagian Selatan bahkan mungkin di Indonesia. Namun,
sangat diyakini makanya masalah ini tidak terlalu dikhawatirkan, karena
pemerintah pasti telah mempunyai strategi jitu untuk mengatasi hal tesebut yang
mungkin juga kedepan APBN Indonesia tidak akan tergantung dari sektor
perminyakan yang harganya telah diatur oleh dunia secara internasional dan lebih banyak menyengsarakan rakyat dari
pada mensejahterakan. Sehingga, nantinya ladang
minyak kekayaan di bumi ibu pertiwi ini hanya diperuntukan kebutuhan
dalam negeri saja...mungkinkah???. atau malah sebaliknya migas indonessia akan
dijadikan sumber utama APBN sehingga kebutuhan dalam negeri dipasok dari luar
negeri seperti sekarang ini dengan sistim pengelolaan yang lebih canggih dan
moderen. Seminar hari kedua diungkap
oleh salah seorang nara sumber bahwa rentang waktu pengelolaan sumber migas
bukan hal gampang, voint dalan materi
yang dipaparkan “Tahapan Kegiatan Usaha Hulu Migas dari Ekplorasi ke Produksi” membutuhkan retang waktu puluh-puluhan tahun
sejak ekplorasi hingga ke masa produksi:
EKPLORASI memerlukan
waktu 3-6 tahun berkaitan dengan Seismic-Explorasi-Drilling-Studi-studi...APPRAISAL
1-2 tahun berkaitan dengan Seismic - Appraisal drilling - Studies...PENGEMBANGAN 3-6 tahun berkaitan dengan
Commercialisation – Engineering/Screening – Feed – Amdal & HSE – Facilty
construktion – Development drilling...PRODUKSI 10-20 tahun berkaitan dengan production/operotions – Maintenance –
Facility Uprage, Replacement – Resevoir and Produvtion Surveillance...ABANDONMENT
1-2 tahun berkaitan dengan Abandonmenliabilities
(inspecified in the PSC). Kalau saja rentang
waktu “Tahapan Kegiatan Usaha
Hulu Migas dari Ekplorasi ke Produksi” bisa dipersingkat menjadi dua tahun saja
dengan mencari peralatan canggih seiring kemajuan dan moderenisasi zaman dalam
hubungan 72 tahun Indonesia Merdeka, dan 60 tahun Pertamina berdiri sejak 1957
yang sudah barang tentu berdampak fositip terhadap kecepatan produksi berikut pemasarnya
sehingga perputaran secara ekonomi akan lebih menguntungkan berlipat-lipat dari masa puluh-puluhan tahun seperti
sekarang. Rasanya sudah waktunya pemerintah dalam hal ini pertamina sebagai
single faigthter di indonesia yang dipercaya mengelolah migas mulai dari janin
yang masih mengambang sampai masuk kedalam kandungan perut bumi hingga
memuntahkan dolar or uro untuk menambah
pendapatan negara. Penjarahan salah satu kendala dalam penglolaan ekplorasi
hingga produksi dan mungkin juga hingga ke rana ABANDONMENT, mengapa.? Namun, disini hanya mengulas penjarahan dari
sejak ekplorasi hingga produksi saja karena bagian-biagn ini banyak melibatkan
kepentingan masyarakat umum misalnya sumur bor terletak di lahan masyarakat
yang disatu sisi mereka merasa memilik lahan dan dikelolah secara turun temurun
dan lain sebagainya berkaitan dengan kepemilikan disisi lain Undang-Undang
telah mengatur bahwa minyak dan gas merupakan aset negara yang harus dikelolah
berdasarkan peraturan pemerintah dan Undang-Undang tentang hal tersbut. Akibatnya
muncul istilah penjarahan oleh rakyat terhadap aset negara padahal kalau saja
pemerintah bijak bisa saja mereka yang memiliki lahan tersebut di rekrut dan
dibina dengan sistim saling menguntung dan UU / Peraturan yang mendominasi
milik negara itu direvisi. Selain itu berkenaan pencurian minyak pada jalur
pipa (ellegal tapping), penambangan minyak tanpa izin (Illegal Mining) dengan
kekuatan scurity/pengamanan berlapis seperti sekarang semesti pencurian dapat
diatas dengan sistim patroli apalagi penghasilan mereka juga lumayan besar
mencapai puluhan juta, atau tenaga
pengamanannya melibatkan penduduk setempat dengan penghasilan sesuai dengan
yang diberikan kepada petugas scurity yang diambil dari lembaga negara seperti
sekarang. Namun, kenyataannya rekrutmen tenaga scurity dari wilayah stempat
bukan hanya minim tapi juga penghasilan dibawah standar UMR dengan waktu bertugasnya melebih
ketentuan departemen tenaga kerja..red buktinya ada. Sedang tindak pidana migas
lainnya yang terjadi di Sumbagsel selain dari dari dua hal diatas juga ada
penyulingan minyak illegal serta penyalahgunaan BBM Subsidi. Sayangnyanara
sumber di seminar media gathering di Belitung, belum lama ini, tidak memaparkan berapa besar kerugian yang
diderita Pertamina pertahunnya akibat
gangguan operasi dan tidak pidana migas di Sumbagsel. Namun, akibat dari penjarahan ini itu artinya ada
kebocoran disektor sana yang seharusnya bisa diatas melalui disiplin dan
ketegasan petugas scurity. Menurut nara
sumber di seminar Media Gathering
Belitung, belum lama. Pihak keamanan penjaga aset perusahaan negara
tersebut sudah berlapis-lapis bahkan
sudah dianggap maksimal walaupun penjarahan dan pencurian terus berlangsung.
Kedepan Pertamina perlu merevisi kembali sistim yang diterapkan dibagian
scurity agar kerja maksimal itu menutup kesempatan penjarah dan pencuri
melakukan aksinya terhadap aset negara tersebut. Ayo.. Tingkatkan Produksi
Hentikan Pencuri.
Kesimpulan dari tulisan ini ;
1.Pertamina perlu mengkaji
lagi manajemen scurity dilapangan, agar memberdayakan masyarakat sekitar lokasi dengan penghasilan sesuai yang
diterapkan pada petugas scurity dari lembaga keamanan yang diterapkan sekarang.
2.Pemerintah, DPR,
Tokoh-tokoh Masyarakat sekitar lokasi
operasional (bukan tokoh nasional), dan Pertamina perlu duduk satu meja untuk
saling mendengarkan saran pendapat dan
mengkaji penerapan kebijakan menyangkut
operasional migas ditanah air terutama
dilahan milik rakyat karena rakyat juga dibebani dengan Pajak Bumi dan Bangunan
(PBB). Paling tidak memikirkan merevisi UU Migas agar tidak
di donimasi oleh keputusan Pemerintah, dan membuat UU dan Peraturan bagi hasil
terhadap Penambang Minyak Bumi Tanpa Izin (Illegal Mining) yang diartikan;
Kegiatan penambang minyak yang dilakukan oleh individu/ sekelompok orang tanpa
izin, dengan cara membuka kembali sumur lama/ sumur Belanda, menguasai sumur
minyak KKKS dengan dalih berada diatas
lahan mereka, atau dengan melakukan pengeboran minyak sendiri diatas
tanah/kebun milik pribadi, perkebunan swasta, kawasan hutan tanpa memilik izin
pemerintah. Tulisan ini untuk masukan
pihak berkompeten, dan guna mengikuti kompetisi media gathering skk migas yang
berlangsung pada tanggal. 29-30-31 Agustus 2017 di Tanjung Pandan, Kepulauan
Belitung, Provinsi Babel...sekali merdeka tetap merdeka nkri harga mati sukses
selalu skk migas..salam. *****
CATATAN: Tulisan ini
akan dikirim ke Presiden RI Jokowidodo, dan DPRRI serta DPRD I dan DPRD II, dan
pihak-pihak terkait, sebagai bahan masukan untuk merevisi UU Migas terkait
pengelolaan migas di tanah air. Statemen : Untuk kesejatehaan Rakyat Tak Ada
Yang Tidak Bisa Diubah Termasuk
Undang-Undang.