SORE itu sebelum Magrib
warga Desa Jermun Kecamatan Pampangan Kabupaten Ogan Komering Ilir
berduyun-duyun menuju tanah lapang. Tua, muda, bahkan anak-anak diajak orang
tua untuk mengikuti ritual sedekah obat. Sekelompok pemuda tampak
mengelilingi warga dengan kayu memali sejenis kayu gaharu yang telah dikupas
bersih. Kayu tersebut disusun rapi mengurung warga peserta ritual sedekah obat.
Jika telah masuk waktu ritual, tidak seorang pun diperbolehkan keluar masuk
dari lingkaran tersebut. Berselang beberapa menit ketua adat desa pun
keluar dengan membawa teko besar berisi air yang sudah dicampur rempah daun
paya. Dibelakangnya berbaris anak-anak muda yang membawa teko dengan ukuran
yang sama. Air dalam teko tersebut lalu dipercikan satu persatu
kepada
tiap warga. Setelah mengikuti ritual, warga lalu menikmati hidangan yang
terdiri dari makanan tradisional seperti gula kelapa, sagon dan lemang dan
tidak ketinggalan pisang emas. Ritual sedekah obat berlangsung selama empat
hari berturut-turut. Di hari pertama hingga ketiga warga harus berpantang,
yaitu dilarang pergi kesawah ataupun ke kebun bahkan dilarang keras memegang
senjata tajam. Warga percaya, bila dilanggar akan mendatangkan mara bahaya
apalagi dihari ketiga yang disebut dengan pantang perit (pantang ketat), warga
dilarang melakukan aktifitas berat. Disore hari menjelang magrib, setiap rumah
memasang bambu kuning yang diselipkan di atap plapon rumah. Bambu kuning itu
melambangkan keberanian dan kesejahteraan. Banyaknya bambu kuning yang melekat
di atap rumah, melambangkan sudah berapa kali penghuni rumah tersebut mengikuti
sedekah obat. Lalu dibawah tangga kepala rumah tangga menyalakan api dengan
sabut kelapa sebagai simbol mengusir setiap mara bahaya. Dimalam harinya, tidak
ada seorang wargapun yang berani keluar rumah. Ritual ini dilakukan selama tiga
hari berturut-turut. Dihari keempat selepas berpantang, digelar sedekah
dawet. Yakni warga yang mampu membuat kolak dawet di rumah masing-masing lalu
dawet tersebut dibagikan ke warga yang kurang mampu serta jiron tetangga. Usai
sedekah dawet, tuntaslah ritual sedekah obat. Upacara sedekah obat
mencerminkan sifat gotong-royong masyarakat desa Jermun yang masih kuat. Mereka
dengan ikhlas menyisihkan rezeki sekadar membuat dan membawa sejumlah hidangan,
untuk disantap bersama seusai upacara. Tidak ada jarak yang memisahkan baik
miskin, kaya, tua, dan muda. Semua larut dalam kebersamaan.Semua kebutuhan
sedekah ditanggung bersama sama bahkan dimasak dengan bersama-sama pula.
Hidangan yang disediakan juga unik. Ada lemang yang terbuat dari tepung beras
yang dimasukkan ke dalam bambu lalu dibakar diatas tungku api. Ada sagon yang
terbuat dari tepung terigu dicampur kelapa dimasak dengan gula pasir, ada juga
gulo puan, yaitu hasil permentasi susu kerbau yang jadi ciri khas kecamatan
Pampangam. Hidangan yang disediakan menurut warga memiliki makna tersendiri dan
jarang dimasak kecuali digelaran sedekah obat. Tujuan upacara sedekah obat
menurut Kepala Desa Jermun, Abus Roni agar
keselamatan dan kebahagiaan dunia
akhirat menyertai seluruh warga desanya. “Tujuan lainnya adalah untuk
menyedekahi desa, agar hasil pertanian melimpah dan terhindar dari segala macam
mara bahaya” Ungkap Abus Roni, Sabtu, (111117). Tradisi yang sudah turun
temurun ini menurut Abus sudah lama tidak dilaksanakan. Di tahun ke dua
kepemimpinannya sebagai kepala desa, dia ingin kembali menghidupkan tradisi
leluluhur ini. “Sudah lama tidak dilaksanakan, ini upaya kita untuk menghidupkannya
kembali” tambahnya. Kasubbag. Media dan Komunikasi Publik Setda OKI, Adi Yanto
yang juga merupakan putra kelahiran Desa Jermun menambahkan, upacara adat
tersebut sudah dilaksanakan sejak dulu. Ketika dirinya masih kecil dan diajak
kakeknya untuk datang di upacara itu. “Itu ungkapan rasa syukur, sebagian
besar warga disanakan petani, ketergantungan mereka kepada alam sangat tinggi.
Oleh karena itu, dirasa perlu mengadakan upacara adat ini. Bumi tidak lain
adalah tanah, tempat mereka melangsungkan hidup dan kehidupannya,” tandas Adi. Adi berharap tradisi ini dapat terus
dilestarikan. Dia juga akan berkoordinasi dengan
Dinas Kebudayaan Pariwisata
agar tradisi ini bisa dijadikan wisata budaya daerah yang mampu menambah
khasanah budaya Ogan Komering Ilir “Ini warisan budaya leluhur, patut kita jaga
agar budaya tersebut bisa diturunkan ke generasi selanjutnya. Bahkan bisa jadi
destinasi wisata budaya” tutupnya.(humas pemkab oki-non adv-“ap-news”)