Calon Kuat Ketua PWI Provinsi Sumsel Hadi Prayogo. _(ist-"ap-news") |
NUANSA persaingan yang hiruk
pikuk mulai terasa ditubuh organisasi Persatuan Wartawan Indonesia (PWI)
Sumatera Selatan. Layaknya ajang pemilihan kepala daerah (Pilkada) saja,
suasana persaingan kian panas menjelang hari pemungutan suara pada 26 Januari
2019 mendatang.
Suhu panas, kian terasa manakala ada diantara calon
yang sudah melakukan ‘penyerangan’ dengan cara-cara yang kurang elegan dan
tidak sportif terhadap calon lain. Namun apa pula yang sibuk mencari masa
dengan cara merebut simpati para anggota melalui pemulihan kembali kartu-kartu identitas ke PWI-an yang sudah kadaluarsa. Ada pula calon yang menawarkan visi misi
dengan segenap janji-janji. Tidak muluk memang, amat manusiawi dan menumbuhkan
empati.
Begitulah dinamika yang
terjadi saat ini. Hujatan, merebut
simpati dan menawarkan visi misi mungkin hal yang biasa saja dalam sebuah
kompetisi. Terlebih PWI merupakan wadah wartawan yang cukup bergengsi untuk
diduduki.
Terlepas dari hiruk pikuk
yang ada yang lebih penting lagi menurut saya, pemimpin PWI Sumsel ke depan haruslah orang
yang mampu mengembalikan marwah organisasi ini kepada posisi yang
sejatinya lembaga ini adalah sebuah
wadah besar yang telah turut memberi andil dalam membangun pemerintah khususnya
dalam menciptakan suasana harmonis. Kita seluruh insan pers didaerah ini harus
selalu ingat bahwa, pers (kita) adalah salah satu dari kekuatan pembangunan.
Citra kita sebagai insan pers yang memiliki andil dalam kekuatan pembangunan
itu harus tetap dipertahankan dengan cara-cara yang terhormat. Ibarat kata
pepatah, kita dan pamerintah atau nara sumber : Duduk sama rata dan berdiri
sama tinggi.
PWI Sumatera Selatan memiliki
persoalan yang amat kompleks namun jika pengurus ke depan dapat bersinergi dan
kompak, saya rasa tidak ada persoalan yang tidak bisa diselesaikan. Contohnya, keberadaan kantor sekretariat yang hingga
kini belum dapat direalisasi. Hal yang bagi saya sangat mendasar ini semestinya
sudah dapat diperjuangkan keberadaanya. Apalagi jika harus menghitung waktu,
sudah berapa usia PWI Sumsel itu kini. Begitu banyak insan pers yang bernaung
dibawahnya yang memiliki pengaruh dan disegani baik pada masa lalu dan kini.
Tapi sudahlah yang lalu biarlah berlalu.
Di depan mata tugas ketua
PWI Sumsel ke depan semakin berat ditengah tantangan pesatnya kemajuan teknologi dibidang informasi dan
digitalisasi yang terjadi pada semua lini. Ketua ke depan, haruslah orang yang mampu
menciptakan ruang yang didalamnya berkumpul insan pers dari berbagai kekuatan.
Bersatu agar PWI Sumsel maju dan tidak dipandang sebelah mata. Tidak ada lagi
suara-suara nyinyir dan sinis yang mengecilkan organisasi kita ini.
Keanggotaan salah satu
organisasi profesi ini, jika dihitung jumlah anggota sudah mencapai lebih dari 500
awak media. Untuk memimpin kekuatan yang
tidak sedikit ini, ketua ke depan PWI Sumsel diharapkan mampu menjadi
organisasi yang kian solid. Ketuanya harus menjadikan sekretariat sebagai tempat
yang ‘dikangenin’ untuk dikunjungi. Tempat yang leluasa untuk berdiskusi. Wadah
yang menjembatani dalam memecahkan
persoalan-persoalan yang tengah terjadi di daerah ini sehingga dapat memberikan
solusi kongkrit. Baik untuk kepentingan daerah, pemerintah daerah maupun organisasi. Ada kekuatan yang mampu
dibangun pemimpin PWI Sumsel ke depan yang memperjuangankan kesejahteraan
anggotanya, dengan membangun atau bekerjasama dengan pihak ke tiga dengan
cara-cara terhormat, elegan dan bermartabat.
Tidak sulit saya kira,
asalkan saja ketua PWI Sumsel ke depan adalah seseorang yang dengan ‘ego
kebersamaan’ dan jauh dari kepentingan pribadi, apalagi numpang hidup diorganisasi
namun sebaliknya menghidupkan organisasi dengan pola-pola membangun bersama
dengan segenap potensi yang ada.
Ada tempat bertanya, ada
tempat bertukar fikiran. Para senior kita seperti Prof Mustafa Abdullah, Asdit
Abdullah, Kurnati Abdullah, dan tokoh pers Sumsel lainnya adalah mereka yang
memiliki peran strategis pada masa lalu
dalam mempimpin organisasi ini.
Zaman memang telah berubah.
Pemimpin boleh saja silih berganti, namun PWI Sumsel ke depan diharapkan
dipimpin oleh tokoh yang memiliki ‘sense of belonging’ yang tinggi dan tidak bergerak
sendiri atau menciptakan kelompok demi kelompok sehingga organisasi menjadi
tidak sehat dan didatangi disaat perlu saja. Banyaknya kartu-kartu yang ‘mati’
adalah parameter bagi kita semua, tempat bertanya kita semua, ‘kok’ sampai
begitu banyaknya anggota PWI Sumsel yang kartunya tidak aktif. Ada apa dan
ketika akan ada Konfercab baru ramai-ramai mengurusnya atau menjaring anggota
baru untuk kepentingan perolahan suara. Sejatinya seperti itukah PWI? Mari kita
sama-sama merenung dan menjawab sendiri-sendiri dihati dengan argumentasi
suka-suka kita sajalah.
Mimpi saya ke depan, PWI
Sumsel sebagai wadah saya berorganisasi (kendati kartu saja juga mati)
organisasi kita ini dapat menjadi organasi yang menjadi markas atau rumah besar
bagi insan pers daerah ini. Tempat mengundang nara sumber untuk berdialog
menyelesaikan persoalan-persoalan yang tengah terjadi. Bermitra memberikan
edukasi dengan berbagai instansi, mulai masalah pendidikan, ekonomi hingga
sosial sehingga terjalin hubungan yang harmoni antara narasumber dan media.
Menjadi kawah candradimuka bagi para awak media yang masih muda untuk menimba
ilmu dengan cara memberikan pendidikan jurnalistik gratis. UKW gratis dan bila
perlu ngopi juga gratis. Jadi mencipkan kehangatan ini adalah tugas pemimpin
PWI Sumsel ke depan. Tidak membeda-bedakan mana media kecil atau besar, mana
nasional dan daerah, mana televisi dan online. Semuanya punya kedudukan sama.
Berdiri sama tinggi duduk sama rendah.
Konfercab PWI Sumsel sudah
didepan mata. Saya berharap semua calon ketua yang akan berrkompetisi tetap
memelihari kerukunan, kekompakan dan keamanan jalannya kegiatan yang berlangsung
empat tahun sekali ini. Kita adalah satu, dan satu itu adalah PWI. Di luar sana
banyak organisasi-organisasi pers yang telah diakui keberadaannya dan semoga
Konfercab ini akan menjadi contoh bagi mereka bahwa untuk memilih ketua baru
itu dilakukan semua anggota PWI Sumsel yang berhak memilik dengan etika tinggi.
Semoga dari kegiatan
Konfercab PWI Sumsel kali ini akan datang sosok pemimpin baru. Pemimpin zaman
now yang mampu berkolaborasi dengan membuat strategi yang menimbulkan simpati
dan tidak anti dengan kritik serta masukan dari anggotanya. Pemimpin yang
mengayomi, berwibawa dan rendah hati, karena PWI Sumsel itu rumah kita,
organisasi kita dan pemimpinnyapun pemimpin kita bersama. (Ida Syahrul).