|
Muhamad Nasir, Sekretaris Dewan Kehormatan Provinsi (DKP) PWI Sumsel.(AP-NEWS) |
KEPENGURUSAN PWI
Sumsel telah berlangsung dalam era dan
waktu serta situasi politik yang berbeda. Era kepemimpinan almarhum H Ismail Djalili,
H Asdit Abdullah, H Kurnati Abdullah, H Octaf Riyadi telah berlalu dan
memberikan manfaat maupun pelajaran yang berharga bagi PWI Sumsel sendiri
maupun para anggotanya. Tiap-tiap era telah memberikan warna tersendiri,
lengkap dengan kelebihan dan kekurangannya. Kini, di era zaman now dan situasi pasca
reformasi yang bebas, tentu membutuhkan
sosok yang setidaknya memiliki kemampuan
yang sama plus kepiawaiannya menyesuaikan
dengan kondisi terkini.
Kebutuhan
berorganisasi adalah mutlak bagi semua orang. Termasuk bagi mereka yang
memiliki profesi. Diantaranya, mereka yang berprofesi wartawan. Dibutuhkan
organisasi yang menjamin rasa nyaman dan bisa menjadi rumah besar bagi insan
kuli tinta ini. Hingga diharapkan tumbuh profesionalitas yang bisa mengangkat
martabat para jurnalis yang tergabung dalam organisasi tertua dan terbesar di
nusantara ini, PWI (Persatuan Wartawan Indonesia).
Terutama di era
zaman now yang lekat dengan
digitalisasi dan tumbuhkembangnya konvergensi media. Apalagi tantangan bagi wartawan dan media
massa saat ini semakin keras. Diperlukan sosok wartawan yang tangguh,
profesional, kompeten dan sekaligus beretika untuk dapat memenangi
‘pertarungan’ tersebut. Kehadiran organisasi bagi mereka yang menggeluti
profesi wartawan ini tentu dapat memperkuat dan turut mengamankan mereka dalam
menalankan profesinya. Termasuk tentunya, organiswasi wartawan bisa menjadi
mitra bagi media massa yang menaungi kerja jurnalis. Jurnalisnya nyaman
menjalankan profesi, medianya maju dan bertahan di era yang penuh tantangan,
dan organisasi mampu memberikan kehangatan. Ditambah sinergisitas dengan
berbagai stake holder yang tidak membiaskan kontrol sosial tentu akan memperkuat posisi pers sebagai
pilar keempat dalam bernegara dan berdemokrasi.
Menyadari
hal-hal di atas, Ketua PWI Sumsel ke depan idealnya adalah sosok yang merasa
terpanggil untuk membangun PWI Sumsel. Tentu dengan keyakinan bahwa anggota PWI
Sumsel juga memerlukan organisasi yang bisa menjadi rumah besar bagi mereka
dalam memelihara dan menjaga marwah wartawan, yang sesungguhnya bermartabat.
Paling tidak,
dibutuhkan Ketua yang bisa menggandeng rekan-rekan seprofesi untuk menjalin
kebersamaan. Sama-sama memiliki organisasi dan bersama menjaga marwah dan
martabat profesi yang memiliki fungsi strategis dalam bernegara maupun
bermasyarakat. Sebagai pilar keempat dalam negara demokrasi.
Karenanya, wajar
saja kalau Ketua PWI Sumsel ke depan adalah sosok yang bisa: (1) memberikan sentuhan langsung kepada
wartawannya, (2) memberikan manfaat bagi organisasi, (3) dan mitra bagi media
massa, (4) sekaligus bisa membangun citra organisasi.
Sentuhan
Wartawan
Sebagai insan pers,
saya mencatat beberapa hal yang setidaknya harus terus dan dapat diperjuangan
oleh ketua PWI Sumsel kedepan. Terutama yang berhubungan langsung dengan
‘dunia’ wartawan. Diantaranya, melaksanakan dan melanjutkan tradisi Uji
Kompetensi Wartawan (UKW), mengoptimalkan pembelaan wartawan, menggagas dan
membangun kemandirian dengan menghidupkan koperasi atau lembaga lainnya sebatas tidak menyalahi ketentuan, menggelar
pendidikan baik formal maupun nonformal untuk meningkatkan profesional
wartawan, dan memperbanyak even atau kegiatan entah itu lokakarya, seminar,
atau kegiatan lainnya di sela-sela tugas jurnalistik wartawan yang padat.
Kepengurusan
sebelumnya, mencatat telah berkali-kali
sukses melakukan UKW gratis dan mandiri. Dan ini membuahkan penghargaan sebagai
pengurus yang aktif. Tradisi ini selayaknya dilanjutkan dan ditingkatkan. Salah
satu rekomendasi saat penetapan Indeks
Kemerdekaan Pers (IKP) 2016 yang saya
ikuti sebagai mewakili ahli pers dari Sumsel, adalah diperkenannya organisasi
ataupun pihak lainnya menggandeng pihak ketiga dalam upaya meningkatkan
profesional wartawan. Karena disadari, implikasi dari wartawan yang profesional
adalah output jurnalistik yang juga akan lebih berkualitas. Karenanya, memang
semua pihak harus bersama-sama mendorong upaya peningkatan profesional
wartawan. Diantaranya, dengan menggelar UKW gratis. Yang dana penyelengaraannya
diperoleh dari pihak-pihak terkait dan tidak mengikat. Sehingga peserta UKW
tidak perlu mengeluarkan biaya untuk itu.
Disadari, dalam menjalankan
profesinya, jurnalis terkadang tersadung
masalah. Baik dalam proses mendapat informasi maupun ketika produk jurnalistiknya
dinikmati masyarakat. Sebagai organisasi profesi, tentu sangat wajar kalau PWI
Sumsel juga dapat mengoptimalkan pembelaan ini. Sehingga wartawan merasa
nyaman dan terlindungi saat menjalankan tugasnya. Kode etik tentu saja harus
menjadi pedoman utama. Dan hasil Kongres 2018, PWI juga berhasil menelurkan kode perilaku yang menjadi pedoman teknis bagaimana wartawan itu
berperilaku sesuai profesinya. Ini tentu menjadi barang baru yang semakin
membuat masyarakat bisa berharap sajian berita yang memang penting dan
bernilai. Karena, kehadiran kode perilaku ini ditujukan bagi wartawan tetapi
sesungguhnya dinikmati oleh masyarakat melalui produk jurnalistik yang
dihasilkan para kuli disket.
Mengacu Peraturan Dewan Pers No 1/P-DP/III/2013
tentang Pedoman Penanganan kasus kekerasan terhadap wartawan, diketahui bahwa
beragam ancaman didapai wartawan ketika menajalan profesi jurnalistiknya
ataupun akibat karya jurnalistiknya. Setidaknya, berbentuk kekerasan fisik;
kekerasan nonfisik seperti ancaman verbal, penghinaan, pengunaan kata-kata
penghinaan dan pelecehan; perusakan peralatan kerja; dan upaya menghalangi
kerja sehingga terhambatnya proses menghasilkan karya jurnalistik, serta bentuk
lainnya.
Prinsip
penanganan kekerasan wartawan tersebut, yang terkait kerja jurnalistik menjadi
tanggung jawab bersama perusahaan pers, organisasi profesi wartawan (termasuk
PWI), dan Dewan Pers. Prinsip lain, sesuai
pedoman tersebut, organisasi perusahaan pers dan organisasi wartawan membentuk
lumbung dana taktis untuk penanganan kekerasan wartawan dengan difasilitasi
Dewan Pers.
Dalam
pedoman itu disebutkan juga bahwa,
perusahaan pers merupakan pihak pertama yang segera memberikan
perlindungan terhadap wartawan dan keluarga.
Termasuk diantaranya, biaya pengobatan, evakuasi, pencarian fakta;
koodinasi dengan organisasi pers, Dewan Pers, dan penegak hukum; serta memberi
pendampingan hukum. Sementara, organisasi wartawan diharuskan mengambil peran yang lebih besar dan
bertindak proaktif untuk memberikan advokasi bagi wartawan dan keluarganya;
mengupayakan dana bagi penanganan kasus; dan tidak membuat pernyataan
menyalahkan pihak tertentu sebelum
melakukan pengumpulan data dan verifikasi data.
Berdasarkan
pedoman itulah, Ketua PWI Sumsel terpilih setidaknya menyadari dan memahami
bahwa dirinya bersama pengurusnya harus bisa berperan lebih besar dan proaktif,
serta bersinergi dengan perusahaan pers dan Dewan Pers. Yang paling penting,
menyiapkan lumbung dana taktis. Serta dalam menangani kasus kekerasan wartawan
senantiasa mengikuti tahapan yang
ditetapkan Dewan Pers, yakni pengumpulan informasi, veifikasi data,
identifikasi keperluan korban, baru menyimpulkan dan memberikan rekomendasi.
Sehinggan bisa ditetapkan langkah
penyelesaiannya melalui ligitasi atau nonligitasi. Dan tak pernah lepas dari koodinasi
dengan pihak terkait, seperti perusahaan pers,
Dewan pers, LSM Media, LSM HAM, dan penegak hukum.
Dengan
sosok ketua PWI Sumsel yang bisa mengambil langkah yang tepat dan optimal dalam
penanganan pembelaan wartawan, tentu akan memberikan jaminan rasa aman bagi
anggotanya, wartawan yang menjalan profesi di wilayah Sumsel, sehingga karya
jurnalsitik yang dihasilkan akan sesuai dengan fungsi dan tujuan pers itu
sendiri yang independen dan melakukan kontrol sosial.
Organisasi
yang kuat adalah organisasi yang mandiri. Kemandirian, bisa diperoleh karena
organisasi itu punya sumber-sumber pendapatan yang bisa menunjang kerja dan
kinerja. Tanpa harus bergantung kepada pihak manapun. Setidaknya, sosok yang
akan memimpin PWI Sumsel, adalah mereka yang bisa menghidupkan dan membangun
kemandirian. Bisa saja dengan mengaktifkan unit kerja berbentuk koperasi
ataupun bentuk lainnya seperti even organiser
(EO). Para anggota PWI Sumsel diaktifkan dalam kegiatan dan aktivitas
ini. Meski tidak bisa full karena harus
dilakukan di sela-sela tugas jurnalistik, paling tidak hasilnya bisa digunakan
untuk membangun kemandirian. Termasuk menyediakan lumbung taktis untuk
pembelaan wartawan.
Profesional
tentu diharapkan bisa diperoleh melalui pendidikan dan pelatihan. Sebenarnya
yang paling berkewajiban dengan profesionaltas wartawan adalah perusahan pers.
Tetapi, sebagai organisasi yang mengimpun wartawan, tentu merupakan nilai plus
kalau organisasi sebesar PWI pun bisa memberikan andil yang cukup besar bagi
peningkatan profesionalitas wartawan. Bisa dilakukan secara mandiri maupun
bersinergi dengan pihak pihak. Karenanya, memang dibutuhkan sosok yang bisa
membangun sinergi dengan berbagai stake holder sehingga upaya pelatihan maupun
pendidikan wartawan bisa berlangsung secara kontinu dan berkelanjutan.
Bagi Organisasi
Aktvitas
organisasi organisasi akan lebi berdenyut kalau sosok pemimpinnya mampu
merangkul pengurus dan anggota untuk senantiasi aktif dan berinovasi serta
mengembangkan kreativitas. Termasuk, dengan menggagas dan melaksanakan berbagai
kegiatan. Sebut saja misalnya lomba-lomba yang berhubungan dengan aktivitas
jurnalistik, olahraga, seni dan hiburan, ataupun even-even lain. Karena sesungguhnya
sosok jurnalis itu adalah mereka yang
banyak memiliki hubungan dan koneksi.
Tentu menjadi hal yang positif, kalau peluang dan potensi yang ada di
kalangan wartawan bisa dimanfaatkan secara optimal. Organisasi akan lebih
merasakan manfaatnya dan anggota serta pengurus pun bisa menikmatinya.
Sekretariat
tentu merupakan sarana dan fasilitas yang bisa lebih memotivasi anggota dan
pengurus untuk lebih aktif. Ada atmosfer dan nuansa tersendiri bila PWI Sumsel
memiliki sekretariat yang permanen dan lebih Kondusif. Dengan sekretariat yang
ada sekarang pun, berbagai prestasi dan kualitas kinerja yang mumpuni telah
dibuktikan kepengurusan sebelumnya. Apalagi, kalau di periode berikutnya, bisa
mewujudkan sekretariat yang lebih permanen dan
lebih kondusif. Tentu, semangat dan motivasi anggota maupun pengurus akan lebih terpompa. Terutama dalam
menghadapi tantangan pers kini yang jauh lebih berat.
Tak
dapat dipungkiri, fungsi utama pers itu adalah melakukan kontrol sosial.
Tetapi, sebagai organisasi wartawan, tentu tidaklah salah, kalau PWI Sumsel
memiliki sosok pemimpin yang mampu membangun sinergisitas dengan berbagai stake
holder. Terutama untuk menunjang eksistensi organisasi dan menumbuhkan kebersamaan
dalam upaya membangun daerah dan negara. Peran pers sebagai pilar keempat
dalam alam demokrasi tentu menggambarkan
betapa strategisnya peran wartawan
termasuk organisasi wartawan. Di tengah
era digital terkini, dimana peran media sosial, seakan menjadi pilar kelima dalam
berdemokrasi, tentu kita membutuhkan sosok yang
bisa tampil prima, menempatkan diri
pada posisi dan tempat yang tepat.
Sinergi yang dibangun Ketua PWI Sumsel, akan mendongkrak posisi dan
peran wartawan maupun organisasinya ke posisi yang lebih terhormat dan
berwibawa. Disegani, meskipun tidak ditakuti.
Organisasi
itu adalah ilmu. Berdasarkan ilmunya,
organisasi itu adalah bagaimana seni membangun partisipasi. Dengan adanya partisipasi, semua unsur dalam
organisasi itu mengetahui dan menyadari apa yang harus dilakukan. Tidak ada
pemaksaan, otoriter, dan ancaman. Menurut Keith Davis, ada tiga unsur penting
dalam partisipasi itu. Yakni keterlibatan mental dan perasaan, kesediaan dan
sukarela, dan yang ketiga tanggung jawab.
Artinya,
organisasi itu bukanlah milik segelintir orang, melainkan milik bersama. Karenanya, sosok Ketua PWI Sumsel,
setidaknya tidak membangun partisipasi
pengurus dan anggotanya. Caranya dengan membangun sistem organisasi terbuka,
transparan, dan akuntabel. Sehingga diharapkan PWI Sumsel bisa menjadi rumah besar
tempat membangun mimpi dan harapan bersama. Semuanya berpartisipasi. Semuanya dilibatkan,
sukarela, dan memiliki tanggung jawab.
Keharmonisan
keluarga memberikan pengaruh terhadap kerja, kinerja, dan suasana organisasi.
Karenanya, dalam berbagai organisasi, peran istri senantiasa memberikan andil
yang tak sedikit dalam kesuksesan merealisasikan program. Mengacu hal tersebut,
setidaknya aktivitas Ikatan Keluarga Wartawan Indonesia (IKWI) Sumsel tentu
menjadi bagian yang tak terlepaskan dari upaya membangun organisasi yang kuat.
PWI
Sumsel merupakan pusat organisasi bagi berbagai pengurus PWI kabupaten di
wilayah ini. Kehadiran dan keberadaan kepengurusan ini tentu sangat vital dan strategis. Apalagi
kalau mengacu ke PD/PRT PWI, bahwa Pengurus PWI Kabupaten/Kota memiliki
tanggung jawab dan wewenang untuk melaksanakan program kerja yang ditetapkan
konferprov serta dijabarkan oleh
konferkab serta melaksanakan keputusan-keputusan pengurus PWI Provinsi maupun
pusat.
Karenanya,
konsolidasi ini mutlak dibangun dan diperkuat guna lebih memperkuat partisipasi
pengurus PWI Kabupaten/kota terhadap PWI Sumsel.
Media Massa
Persoalan
yang dihadapi media massa adalah adanya kesenjangan antara media-media yang
ada. Entah itu media harian, mingguan ataupun bulanan. Termasuk cetak ataukah
media daring. Karena itu, Ketua PWI Sumsel setidaknya bisa mengupayakan dan
memberi pemahaman kepada pihak terkait, terutama yang berhubungan dengan
pembagian kue iklan. Ada mediasi dan
upaya menjembatani dengan pihak terkait,
sehingga masing-masing media bisa mendapatkan kue iklan yang proporsional. Kalau ini terealisasi, maka
iklim dan hubungan antarmedia akan terjalin dengan baik. Masing-masing bisa
bergandengan tangan, meskipun dalam upaya menghasilkan produk jurnalistik memiliki
ciri dan karakter masing-masing.
Ketentuan
Dewan Pers dalam upaya menumbuhkan media
massa yang sehat, adalah dengan melakukan verifikasi terhadap media-media yang
ada. Sebagai organisasi wartawan, sangat ideal kalau juga memberikan perhatian
dan bisa memberi back up langsung dalam proses verifikasi media ini. Dengan
terverifikasinya media, tentu akan berimplikasi terhadap kerja dan kinerja
wartawannya.
Terakhir,
sosok Ketua PWI Sumsel diharapkan bisa memberikan sentuhan kepada kehidupan pers di daerah
maupun secara nasional. Piagam
Palembang telah ditandatangani di Palembang tahun 2010 lalu. Menghasilkan kesepakatan untuk melaksanakan UKW dan
menyelenggarakan Sekolah Jurnalistik
Indonesia (SJI). Hingga kini, UKW dan SJI ini sudah terselenggara. Merespon ini, sosok Ketua PWI Smsel
setidaknya bisa ikut merealisasikan amanat Piagam Palembang, yang juga menjadi
program PWI Pusat. Meneruskan dan melanjutkan tentu sangat baik. Merealisasikan
yang baru, seperti Sekolah Jurnaistik Asean, tentu juga merupakan hal yang
sangat baik.
Pesta
suksesi yang direncanakan pada 5 Januari 2019, kini disepakati diundurkan pada
26 Januari 2019. Konferprov PWI Sumsel,
sesuai hasil audiensi Ketua Pelaksana dan pengurus harian dengan Gubernur
Sumsel H Herman Deru ditetapkan untuk dilaksanakan di tanggal tersebut. Catatan
ini bukanlah syarat untuk bisa memimpin PWI Sumsel ke depan. Tetapi, paling
tidak melalui catatan singkat ini bisa menjadi inspirasi bagi para kandidat
untuk mengelola dan memimpin PWI Sumsel
ke depan, yang kini masih dipegang oleh H Octaf Riyadi SH.
Kontemplasi suksesi
memang mulai terasa. Beberapa nama mulai muncul, sebut saja misalnya Hadi
Prayogo, Afdhal Azmi Jambak, Jon Heri Mardin, Aan Sartana, Firdaus Komar, dan
beberapa nama lainnya. Namun, sesuai PD/PRT, nama-nama kandidat yang pasti
mencalon atau dicalonkan baru akan kelihatan pada hari H pemilihan. Hidup PWI
Sumsel.*****